LiputanTerkini.id, PRINGSEWU — Kondisi Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Pekon Gadingrejo Utara, Kecamatan Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, menuai sorotan tajam. Meski telah menerima alokasi dana dari pemerintah pusat, hingga awal Maret 2024 tak tampak geliat aktivitas usaha yang seharusnya menopang perekonomian desa. Warga mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana tersebut.
Gedung pekon yang menjadi pusat aktivitas pemerintahan desa tampak tidak terawat. Berdasarkan pantauan tim media di lokasi, bangunan itu terlihat sepi tanpa aktivitas. Neon box yang menjadi identitas desa pun terbengkalai, mencerminkan pemborosan anggaran. Lebih ironis lagi, tidak ditemukan satu pun baliho atau banner laporan realisasi APBDes yang seharusnya menjadi bentuk keterbukaan informasi publik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).
Pasal 2 ayat (1) UU KIP menyatakan:
“Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap Pengguna Informasi Publik.”
Sementara Pasal 7 ayat (2) menegaskan:
“Badan Publik wajib menyediakan Informasi Publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan.”
Ketika dimintai keterangan, aparatur pekon memilih bungkam. Tak satu pun pejabat desa bersedia memberikan penjelasan terkait kejelasan anggaran BUMDes yang telah dikucurkan sejak tahun 2023.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sejak beberapa waktu lalu, tidak terlihat aktivitas apa pun dari BUMDes.
“Setahu saya BUMDes-nya sudah fakum. Saya pribadi belum pernah dengar lagi soal kegiatan BUMDes. Kalau memang sudah ada dana yang digelontorkan, bagaimana pertanggungjawabannya? Warga nggak pernah tahu,” ujarnya saat ditemui di sekitar kantor pekon.
Warga menduga kuat adanya kejanggalan dalam pengelolaan dana desa, termasuk indikasi tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Pasal 3 UU Tipikor menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp50.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.”
Hal ini diperkuat dengan tidak sinkronnya sejumlah laporan keuangan dengan kondisi nyata di lapangan.
Berdasarkan data yang dihimpun tim investigasi media, terdapat alokasi dana fantastis untuk berbagai program di tahun 2023 dan 2024. Di antaranya:
Pembangunan/Rehabilitasi Jalan Lingkungan Permukiman/Gang:
Rp 103.000.000 (2023) dan Rp 86.000.000 (2024), namun tak tampak pengerjaan signifikan di lapangan.
Pengelolaan dan Pembuatan Jaringan Informasi Lokal Desa:
Total lebih dari Rp 73.000.000 di tahun 2023 dan Rp 22.200.000 di tahun 2024, namun infrastruktur IT dan sarana komunikasi desa nyaris tak terlihat.
Penyelenggaraan Informasi Publik Desa:
Rp 13.000.000 (2023) dan melonjak menjadi Rp 60.000.000 (2024), tetapi nihil publikasi atau banner informasi realisasi anggaran.
Penguatan Ketahanan Pangan Tingkat Desa:
Dana yang dialokasikan mencapai Rp 117.455.000 selama dua tahun, tanpa program pangan yang terlihat nyata bagi warga.
Dana Keadaan Mendesak:
Dianggarkan empat kali masing-masing Rp 48.600.000 di tahun 2023 (total Rp 194.400.000), dan Rp 145.800.000 di 2024 tanpa rincian penggunaan.
Pengasuhan Bersama/Bina Keluarga Balita (BKB) dan Penyelenggaraan Posyandu:
Menyedot anggaran lebih dari Rp 100 juta di dua tahun, tetapi program tak berjalan maksimal.
Kondisi tersebut mengindikasikan potensi penyimpangan dan pemborosan anggaran, apalagi tanpa dokumentasi publik yang memadai. Padahal, berdasarkan Pasal 2 UU Tipikor, disebutkan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan denda paling sedikit Rp200.000.000 dan paling banyak Rp1.000.000.000.”
GlobalPewartaSakti.com bersama tim media akan melayangkan surat resmi permohonan informasi dan rincian anggaran dana desa tahun 2023 dan 2024 kepada Pemerintah Pekon Gadingrejo Utara, sesuai dengan ketentuan Pasal 22 UU KIP, yang menyatakan:
“Setiap Pemohon Informasi Publik dapat mengajukan permintaan Informasi Publik kepada Badan Publik secara tertulis atau tidak tertulis.”
Masyarakat mendesak aparat penegak hukum, inspektorat daerah, dan lembaga pengawas lainnya untuk turun tangan melakukan audit menyeluruh atas realisasi penggunaan dana desa. Transparansi dan kejujuran dalam pengelolaan dana publik merupakan fondasi utama tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.
|Red