HUKUM & KRIMINALLAMPUNGLAMPUNG TENGAH

Di Balik Proyek Lamteng: KPK Tetapkan Sang Bupati sebagai Tersangka Suap

LiputanTerkini.id, Lampung Tengah– Fenomena korupsi di Indonesia, tidak sekedar menjadi budaya, tetapi sudah menjadi ibadah fardu ain, bahkan mungkin oleh kalangan pejabat negara telah dijadikan berhala baru. Pengungkapan kasus korupsi, menjadi konsumsi berita setiap hari, dengan jumlah yang dirampok semakin fantastic, ditengah kehidupan rakyat kecil yang hanya mengais limbah pembangunan, agar besok bisa makan.

Ketika aparat penegak hukum, hanya mampu menangkap teri, dalam berbagai kasus korupsi, sementara ratusan rakyat harus meregang nyawa, karena tidak mampu membayar biaya rumah sakit.

Scroll untuk baca artikel
IKLAN

Ketika etika moral diabaikan, karena masih saja ada pejabat korup, memperoleh jabatan basah di lingkungan instansi pemerintah. Belum lagi ironi penegak hukum yang tidak punya nyali, untuk menjerat para koruptor yang telah merampok keuangan negara. Inilah potret darurat korupsi, ketika pelaku korupsi melibatkan pejabat negara secara massif serta aparat penegak hukum tergiur untuk mencicipi uang haram.

Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, menjadi Darurat Korupsi, setelah Bupati dan beberapa orang lain nya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK RI dalam kasus dugaan Suap Fee Proyek.

Bupati Lampung Tengah (Lamteng) Ardito Wijaya resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI.
Ardito diduga mematok fee proyek pengadaan barang dan jasa sebesar 15 hingga 20 persen.

Hal itu diungkapkan Plh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK RI Mungki Hadipratikto saat memberikan keterangan pers, Kamis (11-12-2025).

“Pada bulan Juni 2025, saudara AW diduga mematok fee proyek sebesar 15 persen sampai 20 persen di Pemkab Lampung Tengah,” kata Mungki.

Bahkan, Ardito juga memerintahkan RHS selaku anggota DPRD Lamteng untuk mengatur pemenang pengadaan barang dan jasa melalui mekanisme penunjukkan langsung di e-katalog.

Sedangkan rekanan yang dimenangkan adalah perusahaan milik keluarga atau tim pemenangan Ardito saat Pilkada 2024 lalu.

“Dalam pelaksanaan pengondisian itu, AW meminta RHS untuk berkoordinasi dengan ANW dan ISW selaku Sekretaris Bapenda yang selanjutnya akan berhubungan dengan SKPD guna pengaturan pemenangan PBJ,” ungkapnya.

Atas pengondisian tersebut, pada periode Februari hingga November 2025, Ardito diduga menerima fee sebesar Rp5,25 miliar dari sejumlah rekanan melalui RHS dan RMP yang merupakan adik Bupati Lamteng.

Kemudian, proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan, Ardito juga memerintahkan ANW selaku Plt Kepala Bapenda yang juga kerabatnya untuk mengondisikan pemenang tender.

ANW lalu berkoordinasi dengan pihak Dinkes untuk memenangkan PT EM yang mendapat tiga paket pengadaan alat kesehatan dengan total nilai Rp3,15 miliar.

“Atas pengondisian ini, AW diduga menerima fee sebesar Rp500 juta dari MLS selaku Direktur PT EM melalui perantara ANW,” bebernya.

Sehingga, total aliran dana yang diterima Ardito mencapai Rp5,75 miliar yang diantaranya diduga digunakan untuk dana operasional bupati Rp500 juta.

Termasuk pelunasan pinjaman bank yang digunakan untuk kampanye pada tahun 2024 sebesar Rp5,25 miliar.

Dia mengungkapkan, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada tanggal 9 dan 10 Desember, KPK mengamankan Ardito, RHS, RNP, ANW dan MLS.

“KPK juga turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp193 juta, logam mulai seberat 850 gram,” ungkapnya. Seperti dilansir dari Harian Momentum. | Red.

Exit mobile version