LiputanTerkini.id, Pringsewu–Di balik keramaian dan geliat ekonomi mikro yang tercipta dari pasar malam yang saat ini beroperasi di kawasan Terminal Gadingrejo, tersimpan sejumlah kritik tajam dari masyarakat.
Kritik itu tak hanya soal estetika atau kenyamanan, tapi sudah masuk pada tataran regulasi dan potensi pelanggaran administrasi atas fungsi terminal sebagai fasilitas umum.
Terminal Gadingrejo, yang semestinya menjadi pusat aktivitas angkutan umum, kini beralih fungsi menjadi lokasi pasar malam. Aktivitas ini memang menghadirkan perputaran ekonomi — terutama bagi pelaku UMKM — namun juga memicu sejumlah dampak, termasuk kemacetan, pelanggaran fungsi kawasan, dan rawan konflik kepentingan.
Pasar malam ini dikelola oleh pihak penyelenggara swasta dengan izin dari instansi terkait, yakni Dinas Perhubungan (Dishub) yang mengelola terminal.
Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan resmi dari Dishub terkait banyaknya keluhan masyarakat terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut. Termasuk, bagaimana proses perizinannya tetap dikeluarkan meski menuai kritik.
Lokasi pasar malam berada di Terminal Tipe C Gadingrejo, Kabupaten Pringsewu, yang merupakan fasilitas publik yang seharusnya digunakan untuk operasional angkutan kota, bus antarkota dalam provinsi, dan kendaraan umum lainnya. Keberadaan pasar malam di kawasan ini menimbulkan alih fungsi lahan terminal, serta membuat banyak kendaraan parkir di bahu jalan hingga menimbulkan kemacetan, khususnya pada malam hari.
Kegiatan pasar malam ini berlangsung selama beberapa pekan terakhir, dan direncanakan rutin digelar dalam jangka waktu tertentu.
Momen ini juga kerap dimanfaatkan menjelang tahun ajaran baru atau hari besar sebagai strategi promosi dagang.
Alih fungsi terminal ini mengundang banyak kritik karena dianggap menabrak sejumlah aturan.
Terminal adalah fasilitas pelayanan publik sektor transportasi, bukan ruang dagang.
Ketika dialihfungsikan, terjadi:
Potensi pelanggaran UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya:
Pasal 138 ayat (1): Terminal disediakan untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Pasal 139 ayat (2): Terminal dikelola oleh pemerintah daerah sesuai kewenangannya dan fungsinya tidak boleh diganggu.
Potensi pelanggaran terhadap UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, terutama pada aspek kewenangan dan tata kelola aset publik, termasuk terminal sebagai fasilitas pelayanan dasar sektor perhubungan.
Ketidaksesuaian dengan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 132 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan, yang menyebutkan bahwa terminal bukan zona komersial utama.
Selain itu, keluhan muncul dari warga sekitar yang mengalami kesulitan akses, kebisingan, kemacetan, dan terganggunya fungsi terminal, terlebih bila terjadi keadaan darurat transportasi.
Masalah ini bisa diurai tanpa harus mematikan ekonomi rakyat.
Solusi yang bisa dikaji antara lain:
1. Relokasi kegiatan pasar malam ke lahan non-fungsi transportasi, seperti lapangan pekon, lahan ex terminal lama, atau ruang terbuka publik yang tidak mengganggu aktivitas strategis.
2. Evaluasi dan transparansi perizinan, agar publik tahu siapa yang memberi izin, dengan dasar apa, dan dalam jangka waktu berapa lama.
3. Pembuatan zonasi kegiatan temporer oleh Pemda, agar kegiatan ekonomi tetap tumbuh tanpa menabrak fungsi utama fasilitas negara.
4. Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan kegiatan publik, agar tidak menimbulkan resistensi sosial atau citra bahwa pemerintah lebih memihak kepada penyelenggara dibandingkan kepentingan umum.
Pasar malam bisa jadi denyut ekonomi mikro, tapi ketika diselenggarakan di atas fungsi publik yang vital, maka yang terjadi adalah kekacauan sistem, ketimpangan tata kelola, dan potensi konflik horizontal.
Kritik masyarakat adalah bentuk kewaspadaan sosial, bukan bentuk anti-ekonomi.
Kini, bola panas ada di tangan Dishub dan Pemerintah Kabupaten Pringsewu: Apakah akan mengedepankan fungsi terminal sebagai fasilitas publik? Atau akan tetap membiarkan ruang negara disulap menjadi arena dagang musiman?
Redaksi mengupayakan konfirmasi kepada pihak Dishub dan Pemkab Pringsewu.
Jika pihak terkait hendak memberikan klarifikasi atau penjelasan, kami membuka ruang seluas-luasnya untuk hak jawab sesuai UU Pers No. 40 Tahun 1999 Pasal 5 Ayat (2).
📝 Berita ini disusun dengan berpegang pada Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 s.d. 11, demi menjunjung kepentingan publik yang lebih luas.
|Red